"Dia masih marah
besar padamu, kurasa" renung Elli, menopang dagunya dengan kedua tangan di
atas meja. Akira mengangguk.
"Aku tidak
mengerti dengan sikapnya, mengirimiku kado, khawatir, membukakan pintu,
membalas pelukanku, menjagaku, tetapi ternyata masih menyimpan amarah? Elli,
berapa banyak kepribadian yang dimiliki wanita?"
"Mungkin khusus
untuk Lily ada seratus" canda Elli, kemudian melanjutkan. "Temuilah
dia, aku yakin itu hanya sikap keras kepalanya saja, pasti dia sudah
memaafkannmu, mungkin dia hanya gengsi atau apa, dia pasti pasti ingin ditemui
olehmu"
"Hmmhhh.."
Akira menghela nafas. "Aku merasa lelah dengannya.. Aku sudah mencoba
untuk bersikap sebagai lelaki yang bertanggung jawab, dengan mencoba
menyelesaikannya, tetapi dia menolak, apalagi yang harus kulakukan?"
"Ya mencoba dan
mencoba lagi.. Kau mencintainya kan?" celetuk Elli tulus, tetapi Akira
malah terperanjat, wajahnya memerah.
"A...aku.. Aku hanya
menganggapnya sahabat, Elli"
"Jangan membohongi
perasaanmu Akira, kutanya kau, kau mencintainya kan? Jawab dengan serius"
tuntut Elli, walaupun dia tersenyum lebar, menggoda. Akira hanya diam, wajahnya
semakin memerah.
"Akiiraaa.."
"Baiklah..baiklah..kau
benar" wajah Akira sudah seperti kepiting rebus. "Tetapi sebenarnya
aku bingung, aku tidak mengerti apa yang aku rasakan padanya.. Apakah itu
cinta.. Apakah itu hanya sebatas..." Akira mengeluh, meletakkan kepalanya di
atas meja, Elli tertawa.
"Kau mencintainya
Akira, dan percayalah padaku, Lily juga mencintaimu, aku bisa melihatnya,
sekarang jangan banyak tanya, pergilah menyusulnya, aku akan pulang" dan
sebelum Akira berkata apa-apa, Elli sudah keluar dari ruangan, kembali ke
klinik.
Itu adalah pembicaraan
yang tidak aku ketahui, pembicaraan itu terjadi di rumahku, sedangkan aku saat
itu sudah berada jauh dari rumah, aku sedang berada di danau saat itu, meratapi
diri. Aku tidak tahu bahwa Akira mengakui perasaannya terhadapku di depan Elli.
Aku dan Akira juga tidak tahu, bahwa setelah itu Elli pergi dan menangis,
menangis karena Akira, orang yang selama ini dicintainya, malah mencintai aku. Itu adalah sesuatu yang
sebenarnya rahasia, aku mendengarnya dengan tak sengaja di sebuah pesta.
***
***
"Lily.."
Aku
bergelung semakin dalam ke lututku..
Terdengar helaan nafas berat Akira,
kemudian dia melanjutkan bicaranya, "Saya bosan berusaha bersikap sabar
dan baik-baik denganmu, saya lelah mencoba bersikap layaknya laki-laki yang
harus sepenuhnya bertanggung jawab, jujur saja, lama-lama saya merasa jengkel,
kamu keras kepala sekali" ujarnya tajam dan dingin, aku terkejut
mendengarnya, rasanya benar-benar menusuk perasaanku, apakah Akira serius
dengan perkataannya?
"Bagaimana caranya menyelesaikan
ini?" tanyanya lagi, kali ini datar dan dingin. Aku merasakan langkahnya
mendekatiku.
"Di beberapa waktu yang lalu,
kita berbicara dengan emosi, itu bukan cara yang baik, sekarang ayo kita
berbicara dengan tenang, sekarang saya tanya kamu, apa kamu benar-benar serius,
ingin saya menjauhimu? Kamu serius, ingin saya pergi dan menghilang dalam
kehidupanmu?"
Aku tidak menjawab, merasakan jantungku
berdetak lebih cepat.
"Jika ya, kita bisa saja bersikap
biasa-biasa, tidak usah saling kenal, saling menganggap satu sama lain adalah
orang asing, jawablah, saya bosan terus menerus begini"
"...."
"Apa terlalu sulit bagimu untuk
menyelesaikan masalah ini? Saya tanya sekali lagi, kamu ingin kamu memutuskan
hubungan pertemanan kita atau tidak?!"
"Ttdak.." Itu adalah suara
berkumur yang amat pelan, Akira menaikkan sebelah alisnya.
"Apa yang kamu katakan? Saya
tidak dengar"
"Aku....." hanya itu yang
sanggup ku katakan.
Tapi kali ini Akira diam.
Aku juga diam.
Kami diam dalam waktu yang sangat
lama.
“Aku memang salah..” akhirnya aku
membuka pembicaraan, menunduk dalam-dalam, aku merasakan air mataku mengalir.
“Aku terlalu emosian..aku terlalu egois.. aku keras kepala, aku tidak tahu di-“
“Lily..” sela Akira. “Tatap saya”
Aku diam sebentar, kemudian perlahan
menoleh ke arah Akira, dan tiba-tiba saja dia memelukku, erat, erat sekali.
Perlahan tapi pasti aku membalas
pelukannya, menyandarkan kepalaku di dadanya, walaupun aku tidak mengerti apa
yang kulakukan, selama dalam pelukannya aku hanya menangis dan menangis.
“Maukah kamu memaafkan saya, Lily Vandera?
Saya sungguh-sungguh menyesal membuatmu menghilang dariku” ujarnya pelan, aku
memejamkan mata. Tidak membalas.
“Lily?”
Akhirnya aku mengangguk, tersenyum,
walau tahu dia tidak dapat melihatnya. “Ya, aku juga minta maaf dengan
keegoisanku, Akira, aku sangat-sangat merindukanmu”
“Saya juga..” dia memelukku semakin
erat sebentar, hingga kemudian melepaskannya dengan lembut.
“Saya...ingin menjadi bagian dari
kehidupanmu” bisik Akira pada akhirnya, aku terkejut, tidak menjawab.“Maukah kamu,
menjadi kekasih saya, agar kita bisa lebih mengenal satu sama lain?”
Akira? Apa yang terjadi pada dirimu? Aku
berusaha menenangkan diriku, lihatlah, dia semudah itu menyatakan segala
perasaannya, bagaimana dengan diriku?
Aku hanya bisa menunduk, bergumam
tidak jelas.
“Lily... saya serius loh”
“Aku tahu kau serius dan tentu saja,
tentu saja aku setuju, aku bersedia untuk mengenalmu lebih dekat, Akira”
gumamku pada akhirnya, mendekapnya, Akira membalas dekapanku, tertawa.
“Apa kau sudah sembuh?” tanyaku,
teringat kemarin dia pingsan.
“Sudah, sepertinya, berkat dirimu” dia
tersenyum, mengecup dahiku.
Ya, begitulah pada akhirnya, sekarang aku mengerti, selama
ini aku memang mencintainya, entah sejak kapan, dan rasa itu tidak pernah
berkurang, kebencian itu hanyalah ilusi dari keegoisanku, aku tidak pernah
benar-benar membencinya.
***
“Aku mendengar kabar
dari Elli...” ucap Ann beberapa hari kemudian, saat itu aku berada di kamar
Ann, benar, kamarnya, bukan ruang penginapan Ann.
“Apa yang kau dengar?”
“Tentang kau dan Akira
yang akhirnya menjalin hubungan lebih dari sekedar sahabat.” Entah apa
pasalnya, dia melotot ke arahku. “Tega-teganya kau tidak memberitahunya
kepadaku?!” geramnya, aku menyeringai.
“Maafkan aku, aku hanya
belum siap memberitahunya ke orang lain”
“Bagaimana bisa?
Bukankah kalian saat itu sedang berkelahi hebat dan semacamnya?” tanyanya
penasaran.
“Yah.. terkadang
sesuatu memang bisa terjadi secara tak terduga, bukan?”
“Ceritakan...ceritakan,
aku penasaran sekali” bujuknya, aku tersenyum.
“Awalnya, um, kau ingat
hari dimana kau bertanya kapan aku akan berbaikan dengannya?” Ann mengangguk.
“Nah, malam itu, Akira tetap datang, seperti biasa, aku hanya duduk di dalam,
kemudian saat hampir pukul dua belas malam, aku membuka pintu.
“Akira tampat pucat,
benar-benar seorang pesakitan, saat melihatku dia langsung berdiri dan
memelukku, mengucap beberapa kata-“
“Apakah saat itu dia
menembakmu?”
“Tentu saja tidak!”
balasku tak sabaran. “Dengarkan saja dulu, jangan menyahut, oke?”
Ann mengangguk masam.
“Malam itu, setelah dia
memelukku dan menggumamkan beberapa kata, dia tiba-tiba saja pingsan, jadi aku
terpaksa membawanya masuk, ingat ya, saat itu aku terpaksa. Aku mau tak mau
merawatnya, dan menjaga, hingga akhirnya aku tertidur.
“Paginya,
saat terbangun aku sudah berada di atas kasur. Aku yakin Akira yang
memindahkanku ke kasur. Saat itu Akira menyapaku, tapi entah kenapa tiba-tiba
saja aku merasa marah lagi padanya, jadi kami bercekcok tentang beberapa hal
dan akhirnya aku pergi ke hutan, ke danau tepatnya.
“Tak
lama kemudian dia datang menyusulku, kau tahu, awalnya dia marah, aku balas
marah, lalu kami akhirnya sama-sama diam, sampai aku mengatakan aku tahu aku
salah dan sebagainya, dia memintaku menatapku, dan memelukku.“
Ann
mengangguk, kemudian aku menceritakan hal yang terjadi selanjutnya.
“Apa
tadi, dia bilang kepadamu, dia ingin menjadi bagian dari hidupmu? Ingin menjadi
kekasihmu, dan ingin mengenalmu lebih jauh?” ujar Ann sangsi, aku mengangguk.
“Itu
saja?”
“Benar,
kenapa?”
“Benaran,
Cuma itu saja, tak kurang satupun?”
“Iyaaa,
Ann, kenapa sih?” aku mulai jengkel.
“Well,
masa dia tidak mengucapkan aku cinta padamu,menciummu dan sebagainya?”
Aku
termenung, iya juga ya.
“Apa
itu suatu, masalah?”
“Ya....tergantung
bagaimana kau menyikapinya, heran aja”
Aku
mengangkat bahu, pura-pura tidak perduli, padahal sekarang tiba-tiba saja aku
tidak bisa berhenti memikirkannya, benar juga, dalam hari-hari ini semenjak
hari itu, Akira tak pernah menyatakan perasaannya secara langsung, ah sudahlah
Lily, dia pasti tulus mencintaimu, tak perlu kata-kata atau tindakan seperti
itu, tak perlu.
0 komentar:
Posting Komentar