RSS

Desa Mineral -11-

"Dia masih marah besar padamu, kurasa" renung Elli, menopang dagunya dengan kedua tangan di atas meja. Akira mengangguk.
"Aku tidak mengerti dengan sikapnya, mengirimiku kado, khawatir, membukakan pintu, membalas pelukanku, menjagaku, tetapi ternyata masih menyimpan amarah? Elli, berapa banyak kepribadian yang dimiliki wanita?"
"Mungkin khusus untuk Lily ada seratus" canda Elli, kemudian melanjutkan. "Temuilah dia, aku yakin itu hanya sikap keras kepalanya saja, pasti dia sudah memaafkannmu, mungkin dia hanya gengsi atau apa, dia pasti pasti ingin ditemui olehmu"
"Hmmhhh.." Akira menghela nafas. "Aku merasa lelah dengannya.. Aku sudah mencoba untuk bersikap sebagai lelaki yang bertanggung jawab, dengan mencoba menyelesaikannya, tetapi dia menolak, apalagi yang harus kulakukan?"
"Ya mencoba dan mencoba lagi.. Kau mencintainya kan?" celetuk Elli tulus, tetapi Akira malah terperanjat, wajahnya memerah.
"A...aku.. Aku hanya menganggapnya sahabat, Elli"
"Jangan membohongi perasaanmu Akira, kutanya kau, kau mencintainya kan? Jawab dengan serius" tuntut Elli, walaupun dia tersenyum lebar, menggoda. Akira hanya diam, wajahnya semakin memerah.
"Akiiraaa.."
"Baiklah..baiklah..kau benar" wajah Akira sudah seperti kepiting rebus. "Tetapi sebenarnya aku bingung, aku tidak mengerti apa yang aku rasakan padanya.. Apakah itu cinta.. Apakah itu hanya sebatas..." Akira mengeluh, meletakkan kepalanya di atas meja, Elli tertawa.
"Kau mencintainya Akira, dan percayalah padaku, Lily juga mencintaimu, aku bisa melihatnya, sekarang jangan banyak tanya, pergilah menyusulnya, aku akan pulang" dan sebelum Akira berkata apa-apa, Elli sudah keluar dari ruangan, kembali ke klinik.

Itu adalah pembicaraan yang tidak aku ketahui, pembicaraan itu terjadi di rumahku, sedangkan aku saat itu sudah berada jauh dari rumah, aku sedang berada di danau saat itu, meratapi diri. Aku tidak tahu bahwa Akira mengakui perasaannya terhadapku di depan Elli. Aku dan Akira juga tidak tahu, bahwa setelah itu Elli pergi dan menangis, menangis karena Akira, orang yang selama ini dicintainya, malah mencintai aku. Itu adalah sesuatu yang sebenarnya rahasia, aku mendengarnya dengan tak sengaja di sebuah pesta.

***
"Lily.."
Aku bergelung semakin dalam ke lututku..
Terdengar helaan nafas berat Akira, kemudian dia melanjutkan bicaranya, "Saya bosan berusaha bersikap sabar dan baik-baik denganmu, saya lelah mencoba bersikap layaknya laki-laki yang harus sepenuhnya bertanggung jawab, jujur saja, lama-lama saya merasa jengkel, kamu keras kepala sekali" ujarnya tajam dan dingin, aku terkejut mendengarnya, rasanya benar-benar menusuk perasaanku, apakah Akira serius dengan perkataannya?
"Bagaimana caranya menyelesaikan ini?" tanyanya lagi, kali ini datar dan dingin. Aku merasakan langkahnya mendekatiku.
"Di beberapa waktu yang lalu, kita berbicara dengan emosi, itu bukan cara yang baik, sekarang ayo kita berbicara dengan tenang, sekarang saya tanya kamu, apa kamu benar-benar serius, ingin saya menjauhimu? Kamu serius, ingin saya pergi dan menghilang dalam kehidupanmu?"
Aku tidak menjawab, merasakan jantungku berdetak lebih cepat.
"Jika ya, kita bisa saja bersikap biasa-biasa, tidak usah saling kenal, saling menganggap satu sama lain adalah orang asing, jawablah, saya bosan terus menerus begini"
"...."
"Apa terlalu sulit bagimu untuk menyelesaikan masalah ini? Saya tanya sekali lagi, kamu ingin kamu memutuskan hubungan pertemanan kita atau tidak?!"
"Ttdak.." Itu adalah suara berkumur yang amat pelan, Akira menaikkan sebelah alisnya.
"Apa yang kamu katakan? Saya tidak dengar"
"Aku....." hanya itu yang sanggup ku katakan.
Tapi kali ini Akira diam.
Aku juga diam.
Kami diam dalam waktu yang sangat lama.
“Aku memang salah..” akhirnya aku membuka pembicaraan, menunduk dalam-dalam, aku merasakan air mataku mengalir. “Aku terlalu emosian..aku terlalu egois.. aku keras kepala, aku tidak tahu di-“
“Lily..” sela Akira. “Tatap saya”
Aku diam sebentar, kemudian perlahan menoleh ke arah Akira, dan tiba-tiba saja dia memelukku, erat, erat sekali.
Perlahan tapi pasti aku membalas pelukannya, menyandarkan kepalaku di dadanya, walaupun aku tidak mengerti apa yang kulakukan, selama dalam pelukannya aku hanya menangis dan menangis.
 “Maukah kamu memaafkan saya, Lily Vandera? Saya sungguh-sungguh menyesal membuatmu menghilang dariku” ujarnya pelan, aku memejamkan mata. Tidak membalas.
“Lily?”
Akhirnya aku mengangguk, tersenyum, walau tahu dia tidak dapat melihatnya. “Ya, aku juga minta maaf dengan keegoisanku, Akira, aku sangat-sangat merindukanmu”
“Saya juga..” dia memelukku semakin erat sebentar, hingga kemudian melepaskannya dengan lembut.
“Saya...ingin menjadi bagian dari kehidupanmu” bisik Akira pada akhirnya, aku terkejut, tidak menjawab.“Maukah kamu, menjadi kekasih saya, agar kita bisa lebih mengenal satu sama lain?”
Akira? Apa yang terjadi pada dirimu? Aku berusaha menenangkan diriku, lihatlah, dia semudah itu menyatakan segala perasaannya, bagaimana dengan diriku?
Aku hanya bisa menunduk, bergumam tidak jelas.
“Lily... saya serius loh”
“Aku tahu kau serius dan tentu saja, tentu saja aku setuju, aku bersedia untuk mengenalmu lebih dekat, Akira” gumamku pada akhirnya, mendekapnya, Akira membalas dekapanku, tertawa.
“Apa kau sudah sembuh?” tanyaku, teringat kemarin dia pingsan.
“Sudah, sepertinya, berkat dirimu” dia tersenyum, mengecup dahiku.

Ya, begitulah pada akhirnya, sekarang aku mengerti, selama ini aku memang mencintainya, entah sejak kapan, dan rasa itu tidak pernah berkurang, kebencian itu hanyalah ilusi dari keegoisanku, aku tidak pernah benar-benar membencinya.

***
“Aku mendengar kabar dari Elli...” ucap Ann beberapa hari kemudian, saat itu aku berada di kamar Ann, benar, kamarnya, bukan ruang penginapan Ann.
“Apa yang kau dengar?”
“Tentang kau dan Akira yang akhirnya menjalin hubungan lebih dari sekedar sahabat.” Entah apa pasalnya, dia melotot ke arahku. “Tega-teganya kau tidak memberitahunya kepadaku?!” geramnya, aku menyeringai.
“Maafkan aku, aku hanya belum siap memberitahunya ke orang lain”
“Bagaimana bisa? Bukankah kalian saat itu sedang berkelahi hebat dan semacamnya?” tanyanya penasaran.
“Yah.. terkadang sesuatu memang bisa terjadi secara tak terduga, bukan?”
“Ceritakan...ceritakan, aku penasaran sekali” bujuknya, aku tersenyum.
“Awalnya, um, kau ingat hari dimana kau bertanya kapan aku akan berbaikan dengannya?” Ann mengangguk. “Nah, malam itu, Akira tetap datang, seperti biasa, aku hanya duduk di dalam, kemudian saat hampir pukul dua belas malam, aku membuka pintu.
“Akira tampat pucat, benar-benar seorang pesakitan, saat melihatku dia langsung berdiri dan memelukku, mengucap beberapa kata-“
“Apakah saat itu dia menembakmu?”
“Tentu saja tidak!” balasku tak sabaran. “Dengarkan saja dulu, jangan menyahut, oke?”
Ann mengangguk masam.
“Malam itu, setelah dia memelukku dan menggumamkan beberapa kata, dia tiba-tiba saja pingsan, jadi aku terpaksa membawanya masuk, ingat ya, saat itu aku terpaksa. Aku mau tak mau merawatnya, dan menjaga, hingga akhirnya aku tertidur.
“Paginya, saat terbangun aku sudah berada di atas kasur. Aku yakin Akira yang memindahkanku ke kasur. Saat itu Akira menyapaku, tapi entah kenapa tiba-tiba saja aku merasa marah lagi padanya, jadi kami bercekcok tentang beberapa hal dan akhirnya aku pergi ke hutan, ke danau tepatnya.
“Tak lama kemudian dia datang menyusulku, kau tahu, awalnya dia marah, aku balas marah, lalu kami akhirnya sama-sama diam, sampai aku mengatakan aku tahu aku salah dan sebagainya, dia memintaku menatapku, dan memelukku.“
Ann mengangguk, kemudian aku menceritakan hal yang terjadi selanjutnya.
“Apa tadi, dia bilang kepadamu, dia ingin menjadi bagian dari hidupmu? Ingin menjadi kekasihmu, dan ingin mengenalmu lebih jauh?” ujar Ann sangsi, aku mengangguk.
“Itu saja?”
“Benar, kenapa?”
“Benaran, Cuma itu saja, tak kurang satupun?”
“Iyaaa, Ann, kenapa sih?” aku mulai jengkel.
“Well, masa dia tidak mengucapkan aku cinta padamu,menciummu dan sebagainya?”
Aku termenung, iya juga ya.
“Apa itu suatu, masalah?”
“Ya....tergantung bagaimana kau menyikapinya, heran aja”

Aku mengangkat bahu, pura-pura tidak perduli, padahal sekarang tiba-tiba saja aku tidak bisa berhenti memikirkannya, benar juga, dalam hari-hari ini semenjak hari itu, Akira tak pernah menyatakan perasaannya secara langsung, ah sudahlah Lily, dia pasti tulus mencintaimu, tak perlu kata-kata atau tindakan seperti itu, tak perlu.

0 komentar:

Posting Komentar