Aku sudah mengirim
surat kepada Kai, aku tahu dia pulang lusa, semoga saja dia menerima suratku
dan sempat untuk membeli kembang api. Aku juga sudah membersihkan sebagian
besar halaman rumahku, dan saat aku baru akan memerah susu sapi, tampak sosok
Akira di depan pagar, membuatku berhenti menatapnya, heran.
“Ada apa kemari,
Akira?” tanyaku saat dia sudah di depanku.
“Ingin membantu”
“Membantu?”
“Well, lebih tepatnya
ingin bersamamu” ada secercah nada humor dalam suaranya, “Saya minta maaf tadi
tidak mendengarmu berbicara, kesibukan benar-benar membuatku mengabaikanmu,
jadi untuk menebusnya, saya akan membantumu bekerja hari ini, tidak
masalahkan?”
Ternyata Akira sadar
dia tidak mendengarkanku bicara.
Aku mengangguk,
tersenyum.
“Kalau begitu, kita
mulai darimana?” tanyanya, melihat sekeliling sambil melepaskan jas dokternya
dan menggulung lengan kemejanya, membuat lengannya-yang ternyata
berotot-terlihat. Aku langsung merasa pipiku panas, entah apa penyebabnya.
“Ggg-gantungkan saja
jasmu di sana” aku menunjuk gugup paku yang tertancap di dinding. “Kita mulai
dengan memerah susu sapi, kau siap?”
Akira terlihat ragu
sebentar, tetapi kemudian mengangguk semangat, karena alat pemerah susu sapiku
hanya ada satu, jadi aku memutuskan memakai ember saja, melakukannya secara
manual, aku menarik Akira ke padang rumputku.
“Are you ready, Akira?” aku menyeringai, dia mengangguk gugup.
“Kamu gadis yang pintar Lily, gadis yang luar
biasa, betapa beruntungnya saya mempunyai kamu, cantik, pintar, bisa mengurus
ladang, dan banyaaak lagi”
Perkataannya membuatku
malu, tetapi aku berusaha menguasai diri, segera menjawabnya, “Jangan seperti
itu. Banyak orang-orang di kota sana yang lebih hebat dariku, lebih cantik
dariku, dan memiliki segalanya”
“Saya tidak percaya”
dia menjulurkan lidah padaku. “Kamu yang tercantik bagiku, kamu lebih cantik
daripada siapapun yang ada di alam semesta ini”
“Jangan gombal begitu,
Akira!” aku berusaha menimpuknya dengan ember yang masih kosong, tetapi dia
sudah keburu lari, melihat itu, aku berusaha menyusulnya, alhasil kami jadi
kejar-kejaran, sampai akhirnya, dengan tak terduga, Akira berbalik dan
menangkapku yang masih lari berusaha mengejarnya, membuat kami jatuh bersama,
dengan posisi aku di atas Akira.
Kami tertawa keras.
Astaga, ini nyaris seperti
dongeng. Apakah Akira adalah pangeran negeri dongengku?
Tidak, dia datang dari
dunia nyata dan akan membawaku ke dunia nyata.
“Hanya kamu yang pernah
membuat saya sebahagia ini, sebelumnya hidupku hanya dipenuhi oleh kesibukan”
bisiknya lembut di telingaku, sekarang dia mendudukkanku di pangkuannya dan
memelukku erat dari belakang, sebenarnya, ini membuatku sangat malu, aku hanya
berharap dia tidak mendengar detak jantungku yang begitu bertalu-talu.
“Senang mendengarnya..”
Aku bisa merasakan
senyum Akira. Dia mengacak rambutku.
“Aku bahagia, sangat
bahagia bisa bertemu denganmu, bisa berdua di padang rumputmu ini sore ini, dan
bisa memelukmu eraaaaaaat sekali” sambil berkata begitu dia memelukku semakin
erat.
“A-Akiraa-“
“Ssstt... dengarkan”
dia meletakkan jarinya di bibirku, kemudian kami diam bersama-sama. Walaupun
aku merasa bingung, apa yang harus di dengarkan?
“Detak jantungmu kuat
sekali, tak beraturan, apa gara-gara saya?”
Oh! Ternyata!
“Jangan membuatku malu”
“Saya senang jika
jantungmu berdetak lebih cepat gara-gara saya, kamu tidak perlu malu, sayang”
kali ini dia mengelus pipiku sekilas, aku memejamkan mataku, menikmatinya.
“Saya mencintaimu, amat
mencintaimu, dunia dan seisinya bahkan tidak cukup untuk menjumlahkan besarnya
perasaanku padamu”
Astaga, panasnya
wajahku mungkin bisa membakar seluruh hutan desa ini.
“J-jangan menggombal
lagi Akira” balasku gugup.
“Saya serius-“
“Suit!!” terdengar siulan seseorang, kami berdua menoleh.
“Hoy! Jangan asik
sendiri! Kalian mesra sekali, sampai lupa sekitar” Itu suara Zack, setengah
mengeluh, setengah menggoda, sengaja benar menatap jail kami yang sedang dalam
posisi aneh ini, dengan cepat kami berdua menjauhkan diri, aku merasa salah
tingkah.
“Sudahlah Zack,
kerjakan saja tugasmu dan pergi” teriakku, menyeringai, Zack bersungut-sungut.
“Kejam sekali, dasar
orang yang sedang jatuh cinta, kalau begitu aku pergi dulu, dan, HATI-HATI
DENGANNYA YA DOKTER AKIRA! LILY ITU SEBENARNYA SEORANG NENEK SIHIR!!!” sebelum
aku menyadari arti perkataannya, dia sudah berlari, di sebelahku Akira tertawa
keras.
“Awas saja kau Zack!
Dan, ngapain kau tertawa?!” aku menoleh, menatap garang Akira, dia demi melihat
tatapan garangku, berusaha menahan tawa.
“Gomen, tenang saja,
walaupun tiba-tiba kamu berubah menjadi monster berkepala tiga, saya tetap akan
mencintaimu” dia mengedip padaku, kemudian tertawa lagi.
Aku akhirnya ikut
tertawa. Ah, betapa beruntungnya aku memilikinya, tak seharusnya aku khawatir
karena ia jarang berucap ‘Aku mencintaimu’ ataupun tak mau menciumku, dia
adalah segala-galanya, selalu ada cara terbaik untuk menyatakan cinta.
***
0 komentar:
Posting Komentar